Daftar Isi
1.
Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM)
2.
Hidrologi
3.
Bahaya
Limbah Cair
4.
Konservasi
Sumber Daya Air Pesisir
5.
Penutup
6.
Daftar
Pustaka, Artikel Referensi, dan Slide Power Point
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Eksperimen di atas dikenal sebagai
uji bejana atau “Jar test”—inilah
yang sehari-hari dilakukan petugas bagian produksi PDAM sebelum menentukan
dosis koagulan. Dalam percobaan tadi anda baru saja mempraktekan tiga prinsip
pengolahan air sekaligus: koagulasi (penambahan zat penggumpal/koagulan yang
disertai pengadukan cepat), flokulasi (pengadukan lambat), dan sedimentasi
(pengendapan). Unit penyedia air bersih PDAM sendiri terdiri atas intake,
pompa, saluran transmisi, instalasi produksi, reservoir, dan jaringan
distribusi. Intake merupakan bangunan yang bertugas menyadap air dari sumber air
baku. Unit tersebut terdiri dari rumah pompa, bak penampung, dan saluran
pembawa. Sistem transmisi adalah rangkaian pipa dan pompa yang digunakan untuk
menyalurkan air dari intake menuju bagian produksi. Instalasi produksi merupakan
seksi yang bertugas mengolah air hingga mencapai baku mutu yang ditetapkan.
Instalasi produksi terdiri atas unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi,
filtrasi, dan clear well (sumur kontrol). Jika kualitas air dinilai sudah layak
maka bisa langsung disimpan di reservoir—sebelum akhirnya didistribusikan ke
pelanggan. Bila tidak, maka air tersebut dikembalikan lagi ke depan (unit
koagulasi). Setelah masuk reservoir, air selanjutnya dialirkan menurut daerah
layananya masing-masing. Pada tiap daerah layanan juga masih ada lagi reservoir
khusus distribusi.
Diagram alir
penyediaan air minum
Perencanaan debit produksi air suatu
kota disesuaikan dengan jumlah penduduk plus proyeksi pertumbuhan beberapa
tahun ke depan. Status kota juga menentukan total konsusmsi air per orang per
hari (i. e besar, kecil, sedang, atau metropolitan). Tentunya PDAM telah
mengasumsikan bahwa tidak semua penduduk mampu dijangkau. Maka itu, mereka juga
memasukan perhitungan kebutuhan air hidran umum ke dalam perencanaan. Total
kebutuhan air hidran umum dan domestik (rumah tangga) kemudian dijumlahkan
dengan kebutuhan air non domestik (i. e sektor komersial, rumah ibadah,
perkantoran, sekolah, dsbg) plus faktor kebocoran sehingga didapatlah debit
kebutuhan air satu kota. Berikut detail perhitunganya:
klik untuk memperbesar |
RumusKeterangan:Qsr = Kebutuhan air sambungan rumah (Lt/Hari)Qhu = Kebutuhan air hidran umum (Lt/Hari)Qd = Kebutuhan air sambungan rumah dan hidran umum (Lt/Hari)Qnon d = Kebutuhan air non domestik (Lt/Hari)Qtot = Total kebutuhan air seluruh kota (Lt/Hari)Langkah Perhitungan(i) Qsr = (Jml. Penduduk x Estimasi Kebutuhan Air) x 0.8(ii) Qhu = (Jml. Penduduk x Debit Hidran umum) x 0.2(iii) Qd = Qsr + Qhu(iv) Qnon d = Qd x 0.3(v) Qtot = (Qd + Qnon d) + {(Qd + Qnd) x 0.2 kebocoran}
Contoh PerhitunganDiketahui : Jml. Penduduk = 1.000.000 jiwa (metropolitan)Ditanya : Kebutuhan air per hari seluruh kotaJawabQsr = (1.000.000 x 190 Lt/Orang/Hari) x 0.8= 152.000.000 Lt/HariQhu = (1.000.000 x 30 Lt/Orang/Hari) x 0.2= 6.000.000 Lt/HariQd = 152.000.000 + 6.000.000= 158.000.000 Lt/HariQnon d = 158.000.000 x 0.3= 47.400.000 Lt/HariQtot = (158.000.000 + 47.400.000)= 205.400.000 + (205.400.000 x 0.2)= 205.400.000 + 41.080.000= 246.480.000 Lt/Hari
Sebelum menyalurkan air tentunya PDAM membutuhkan sumber air.
Sumber tersebut dapat berasal dari air hujan, air permukaan (i. e sungai,
waduk, dan danau), air tanah, atau mata air. Sumber air baku harus memenuhi syarat
kualitas, kuantitas, serta kontinuitas jika ingin dimanfaatkan. Kualitas air
ditentukan oleh parameter kimia, biologi, fisika, dan keradioaktifan. Parameter
fisika terdiri atas tingkat kekeruhan, suhu, daya hantar listrik, warna, bau,
dan rasa. Parameter kimia terdiri atas pH, kandungan BOD, COD, DO, mineral, dan
zat organik-anorganik apa saja yang terlarut dalam air. Parameter biologi
terdiri atas pengukuran jumlah bakteri patogen (penyebab penyakit) dan mikro
organisme lain yang hidup di dalam air. Terakhir adalah parameter
keradioaktifan yang merupakan nilai kandungan radiasi air. Suatu sumber yang
debitnya besar namun kering saat kemarau tidak bisa dijadikan asal air baku
karena dianggap tidak kontinu. Begitu juga dengan sumber air yang kualitasnya
bagus dan kontinu namun kuantitasnya kurang juga tidak bisa dijadikan asal air
baku—kecuali cadangan.
Mutu Air
|
Peruntukan
|
Kelas 1
|
Dapat digunakan untuk air baku air minum,dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
|
Kelas 2
|
Dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
|
Kelas 3
|
Dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
|
Kelas 4
|
Dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
|
Tabel
klasifikasi mutu air berdasarkan pasal 8 PP no. 82 Tahun 2001
Terlepas dari itu semua sebenarnya tiap sumber air harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Seperti air hujan yang walaupun miskin mineral
(lunak), debitnya tergantung musim, dan kadang mengandung zat kororsif namun,
ia cenderung lebih jernih sehingga sayang jika terbuang. Daerah tropis yang
bercurah hujan tinggi layaknya Indonesia, baik di kota maupun desanya wajib
menyediakan embung sebagai penampung air di kala hujan dan menjadi cadangan
suplai ketika kemarau. Kendati debit mata air tidak bisa diandalkan tapi,
kualitasnya yang baik sudah cukup untuk menunjang kebutuhan masyarakat sebuah
desa. Meski, ini masih tergantung lagi kesadaran lokal untuk menjaga hutan
sebagai penyangga cadangan air. Kemudian ada juga air tanah yang merupakan
sumber lain yang luas digunakan rakyat Indonesia. Air tanah dibagi lagi menjadi
air tanah dangkal dan dalam. Air tanah memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas sebagai air baku. Namun, pengambilanya wajib dibatasi demi menjaga
kelestarian air.
Maka sebagai
pilihan sumber air baku, PDAM biasanya akan memanfaatkan air permukaan. Umumnya
air permukaan sudah tercemar berbagai zat berbahaya oleh karena itu membutuhkan
pengolahan sebelum disalurkan ke pelanggan. Perencanaan pembangunan unit
produksi PAM menyangkut studi tentang kadar air, kontinuitas, penggunaan lahan
pada daerah cakupan air, penilaian risiko kontaminasi, kualitas air selama
rentang waktu tertentu, prediksi kebutuhan air di masa datang, dan aspek
pembiayaan.
Rumit bukan? Sayangnya tidak semua orang tahu dan paham
mengenai ini hingga munculah oknum nakal yang sengaja ingin main curang.
Tindakan itu dapat berupa pencurian air dan penggunaan pompa untuk menyedot air
dari pipa PDAM. Pencurian air jelas merugikan banyak pihak karena mengurangi
jatah pasokan suatu daerah. Penggunaan pompa untuk menyedot air dari pipa PDAM
juga bisa mengganggu konsumen lain. Sebab tekanan yang harusnya cukup untuk
menyalurkan air sampai ke ujung daerah pelayanan berkurang. Inilah penyebab mengecilnya
debit air di beberapa rumah. Selain itu pula tingkat kebocoran perpipaan PDAM
sudah cukup besar yang bisa mencapai 40%. Pada beberapa daerah, air tidak memadai
untuk dialirkan 24 jam. Menyiasati itu, PDAM akhirnya hanya mengalirkan air
pada jam-jam puncak penggunaan seperti pagi dan sore hari. Terbatasnya akses
air bersih dan sanitasi juga diestimasi menimbulkan kerugian ekonomi 2% dari
PDB per tahun. Maka bila sudah tahu begitu, sepatutnyalah kita memanfaatkan air
PAM dengan searif mungkin.
Hidrologi
Bicara tentang air, sesungguhnya
jumlah zat ini di bumi tidak pernah berkurang ataupun berlebih. Hal yang
terjadi hanyalah perubahan fase zat (i. e menguap, menyublim, atau membeku). Terdapat
1,4 triliun km3 air di dunia—dan sebagian besar ada di lautan. Komposisi
air bumi 97,5% adalah air asin, 2,5% tawar, sedangkan sisanya berbentuk es atau
gas. Jumlah 2,5% air tawar tadi terdiri atas 68,7% dalam bentuk gletser, 30,1%
sebagai air tanah, dan 0,8% berupa salju—sedangkan 0,4% sisanya terhampar di
permukaan tanah.
Air berputar
dalam sebuah siklus bernama “Siklus
hidrologi”—yang juga bagian dari daur biogeokimia. Siklus dimulai saat
terjadi penguapan air—akibat panas matahari—di lautan yang kemudian naik ke
langit (evaporasi). Penguapan terjadi pula pada tumbuhan, hewan, dan manusia
(evapotranspirasi). Uap air yang naik ke angkasa kemudian berkumpul membentuk
awan. Ketika awan tersebut jenuh, ia akan turun sebagai hujan. Air hujan
selanjutnya ada yang mengalir di permukaan (run-off) dan ada pula yang meresap
ke pori-pori tanah (presipitasi). Selain tersimpan pada akuifer, sebagian air
tanah juga ada yang bergerak kembali menuju sungai dan lautan.
Siklus Hidrologi |
Hujan berperan penting dalam menjaga
kelangsungan hidup di bumi. Hujan berfungsi sebagai penyedia air bagi hewan,
manusia, dan tumbuhan. Selain itu, hujan dapat menjernihkan udara yang kotor
karena asap dan debu. Celakanya di beberapa daerah yang padat kendaraan
bermotor dan industri berat terdapat banyak gas berbahaya yang setiap hari
diemisikan ke udara. Seperti NOX dan SO2 yang apabila
bereaksi dengan uap air di udara akan membentuk asam nitrat (HNO3)
dan asam sulfat (H2SO4) yang amat berbahaya. Zat-zat
tersebut dapat berikatan dengan air dan rentan menimbulkan hujan asam.
Hujan identik pula dengan banjir dan
genangan di jalan raya. Ini sebenarnya disebabkan oleh minimnya resapan dan
buruknya drainase. Suatu daerah yang tadinya dipenuhi vegetasi kini telah
berubah jadi perumahan. Akibatnya, air yang dulunya mengalir perlahan dan
meresap ke mana-mana sekarang justru langsung dilimpahkan ke sungai. Debit limpasan
tersebut tentu lebih besar jika dibandingkan sebelum adanya alih fungsi lahan. Kombinasi
antara pendangkalan sungai dan pendirian kegiatan di sepanjang bantaran ialah
sebab utama datangnya banjir.
Drainase Indonesia yang dirancang
dengan topologi kombinasi air kotor-air hujan juga menambah pelik permasalahan.
Walaupun mungkin secara desain ideal tapi, selokan yang sebagian besar terbuka
membuat banyak sampah leluasa masuk dan menimbulkan penyumbatan. Banyak drainase
di Indonesia terbukti kurang perawatan. Ini terlihat pada kondisinya yang
dipenuhi endapan serta tak jarang mengalami pendangkalan. Air kotor yang
berasal dari selokan juga dibiarkan begitu saja mengalir ke badan air tanpa
dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Ini berpotensi mengancam kehidupan hayati
sungai—karena bisa saja limbah yang mengalir mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) atau kotoran.
Sebenarnya telah tersedia beberapa
solusi guna menangani kasus-kasus di atas. Contohnya adalah “Rain harvesting” atau menampung hujan
dalam sebuah tangki khusus. Air yang tersimpan selanjutnya dapat digunakan
untuk keperluan rumah tangga seperti cuci piring atau menyiram tanaman. Solusi
ramah lingkungan juga direkomendasikan pada mesjid. Air wudu yang banyak terbuang
sebaiknya dimurnikan kembali untuk wudu selanjutnya. Hal sederhana lain dalam
menjaga ketercukupan air bisa lewat pembuatan sumur biopori. Lubang-lubang
kecil yang terbentuk di tanah terbukti membantu penyerapan air. Ketersediaan
air pula bisa lebih terjamin bila suatu daerah menyediakan sekurang-kurangnya
30% ruang terbuka hijau (RTH). Lahan
tersebut selain sebagai penyedia air dan oksigen juga bisa dimanfaatkan untuk
taman kota, pemakaman, atau situs rekreasi.
Pembenahan sistem penyaluran air
kotor kota patut pula diperhatikan. Air kotor atau limbah cair domestik sudah
sewajarnya terpisah dari saluran air hujan dan diolah tersendiri. Setelah
dianggap aman, barulah limbah-limbah ini dilepaskan ke alam. Bangungan yang mengolah
air buangan tersebut harus dirancang ekonomis, mudah dirawat, dapat
mengantisipasi pertumbuhan debit limbah di masa datang, dan awet. Pengolahan
limbah domestik dapat dilakukan per rumah (on site) ataupun terpusat (off
site). Instalasi pengolah limbah bisa bernilai ekonomis. Sebab sanggup menghasilkan
metan yang dapat menggantikan LPG. Limbah cair yang kaya nitrogen juga bisa
dimanfaatkan sebagai pupuk.
Langkah konkret konservasi air berikutnya
ialah pelestarian hutan di hulu-hulu sungai. Hal yang umumnya merusak hutan
penyangga hulu adalah perladangan berpindah dan perluasan pemukiman. Tanah yang
kurang tanaman keras rawan terhadap erosi. Material yang terbawa air saat hujan
tentu akan menambah volume sedimentasi. Pihak yang merasakan tulah utamanya berdiam
di bantaran sungai berarus pelan dan muara. Karena di daerah-daerah tersebutlah
sedimen terkonsentrasi dan menimbulkan pendangkalan.
Bahaya Limbah Cair
Hampir semua kegiatan manusia
menghasilkan limbah. Beberapa limbah cukup berbahaya jika dibuang begitu saja
ke lingkungan. Limbah tersebut dapat berasal dari hasil aktivitas industri,
rumah sakit, tempat pengolahan akhir sampah (TPA), pertanian, pertambangan, peternakan,
dan sektor domestik. Tempat-tempat tersebut setiap harinya menghasilkan logam
berat, virus, kuman patogen, bau, desinfektan, atau polutan organik. Tak jarang
lokasi mereka berada di tengah perkampungan padat penduduk. Sehingga rawan menimbulkan
gangguan kesehatan bagi masyarakat.
Sebuah contoh mengenai bahaya limbah
yang cukup populer di Amerika adalah kasus kanal Love. Niagara Falls di awal
abad 20 merupakan pusat bagi industri kimia. Produk kimia yang dihasilkan
antara lain natrium hidroksida—yang merupakan produk elektrolisa natrium
klorida. Elektrolisa ini juga menghasilkan produk samping dalam jumlah besar
yang tidak diinginkan, yaitu klor. Penelitian menemukan alternatif pemanfaatan
produk ini menjadi bahan organik berklor seperti plastik dan pestisida. Saat
itu pemerintah dan industri belum sadar efek samping produk ini. Belum ada satu
pun pihak yang paham pestisida seperti DDT, endrin, atau bahan organik berklor
akan mendatangkan petaka di kemudian hari.
Pada 1930-an, Hooker Chemical and
Plastic Corporation yang memproduksi bahan kimia mulai menimbun limbahnya di
bagian utara kanal Love. Hingga 1947 bisa dikatakan lahan tersebut menjadi
tempat pengurukan berbagai jenis limbah terutama hasil industri termasuk abu
sisa pembakaran dari kota. Bahkan dikabarkan angkatan darat AS mengubur
sejumlah besar residu senjata biologis di sana, walaupun secara resmi dibantah
oleh pihak Pentagon. Tahun 1952 kanal Love ditutup oleh Hooker Chemical. Tahun
1953, pihak kota meminta Hooker Chemical menjual sedikit lahan kanal untuk
pembangunan sekolah baru. Pihak Hooker melepas sebagian kanal tersebut ke
pemerintah kota hanya seharga $1.
Sekolah kemudian dibangun
berdampingan dengan daerah yang sebelumnya adalah lokasi uruk limbah industri.
Sebagian lahan tersebut dijadikan taman bermain. Semenjak itu sering dijumpai
anak-anak kegirangan memainkan residu fosfor yang memercikan api bila
dilemparkan ke bebatuan. Tahun 1958, tiga anak-anak mengalami luka bakar akibat
paparan residu yang muncul ke permukaan. Seorang ibu di dekat kanal Love
melahirkan bayi cacat fisik dan mental namun, hal itu dianggap alami. Hingga di
suatu pagi tahun 1974, satu keluarga mendapati permukaan air kolam renangnya
naik 60 cm. Ketika kolam ini dibongkar, tempat tersebut langsung dipenuhi
cairan berwarna kuning, biru, dan ungu dengan sifat sangat tajam yang sanggup
menghanguskan akar pohon di sekitarnya. Tahun 1979, sebuah keluarga lain
mendapati masalah di basementnya karena rembesan lumpur hitam. Segala upaya
sudah dikerahkan untuk menghentikanya. Akhirnya, mereka membuat lubang guna
mengetahui apa yang sesungguhnya terdapat di balik tembok. Kemudian munculah
sejumlah besar cairan hitam mengalir memenuhi ruangan. Sejak itulah masalah
kanal Love menyeruak ke permukaan.
Salah satu lahan kanal Love |
Delapan bulan setelah kejadian kolam
renang di atas, dilakukan uji sampel udara di beberapa basement rumah di area
tersebut. Hasilnya sangat mengejutkan, udara di daerah ini mengandung bahan
toksik di atas ambang baku mutu. Survey kesehatan juga mulai digalakan dan menemukan
bahwa angka keguguran spontan di sana ternyata 250 kali lebih tinggi dibanding
kondisi normal. Sampel darah yang terkumpul juga menunjukan eskalasi angka
kerusakan hati. Kelahiran cacat fisik dan mental juga jamak ditemui. Selain
itu, senyawa-senyawa toksik berhalogen terdeteksi pada sistem penyaluran air
buangan kota (riol). Analisa lanjutan menunjukan bahwa pencemaran kimia dalam
konsentrasi tinggi telah mengotori air tanah—termasuk di antaranya bahan
penyebab kanker (karsinogen) seperti benzena, kloroform, dan trikoloroetilena.
Hooker Chemical akhirnya mengumumkan bahwa sekitar 22.000 ton limbah kimia
telah ditimbun di lahan itu.
Sejak tahun 1976, sejumlah bahan
kimia mulai muncul di halaman beberapa rumah. Keluhan mereka pada pemerintah
kota tidak direspon, agaknya mereka enggan mengganggu bisnis Hooker yang
mempekerjakan 3000 penduduk setempat dan tengah merencanakan pembangunan pusat
kegiatan senilai $17 juta. Akhirnya pada 1977 pemerintah kota mengakui
keberadaan masalah ini meski, tetap tak mau menunjuk siapa yang bertanggung
jawab. Mereka menganggap ini bukanlah masalah serius. Pendapat itu bertahan
sampai pemerintah negara bagian mulai ikut campur.
Pemerintah negara bagian
memerintahkan komisi kesehatan melakukan inspeksi serta pemagaran di sekeliling
lahan dan memberikan ventilasi pada basement tercemar. Berdasarkan rapat dengan
penduduk, diputuskan penutupan sekolah dan evakuasi anak-anak serta wanita
hamil di sekitar kanal. Mereka diungsikan atas bantuan USEPA. Sebagian besar
dari anggota keluarga ini rutin mengalami gangguan fisik seperti iritasi, sakit
kepala, cepat lelah, susah tidur, dan cacat mental. Peraturan lain yang
dikeluarkan pemerintah negara bagian adalah menghentikan sama sekali pelindian
yang tak terkendali dan mencegah kemungkinan pelindian di masa depan serta
menutup total kanal. Suatu rencana remediasi dan perbaikan mulai dirancang—di
antaranya pembuatan drainase untuk mengalirkan lindi dan memompanya ke suatu
tangki pengumpul untuk kemudian diolah sebelum nantinya dilepaskan ke
lingkungan. Kanal tersebut juga dilapisi 2,5 m tanah kedap untuk mencegah
masuknya air dari luar.
Remediasi dianggap terlambat bagi
para penduduk sekitar, sekalipun pemerintah negara bagian mengajukan tuntutan
sebesar $635 juta pada Hooker Chemical. Mereka menginginkan kompensasi lebih
dari itu. Studi di tahun 1980 menemukan bukti kerusakan kromosom penduduk kanal
Love. Sehingga presiden Carter kala itu memerintahkan evakuasi 700 kepala
keluarga lagi namun, pemerintah negara bagian menolak sampai adanya kejelasan
kompensasi bagi penduduk. Secara teknis Hooker menyatakan bahwa teknologi pengolahan
yang digunakan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tapi, akhirnya
dicapai kesepakatan di pengadilan antara 1.345 penduduk kanal Love dengan
Occidental Petroleum induk perusahaan Hooker Chemical.
Kasus kanal Love menyebabkan adanya
perbaikan dan pengetatan peraturan yang berlaku di Amerika Serikat dalam
menangani limbah berbahaya. Sebab ternyata bukan hanya lahan ini saja yang
secara prosedural sebetulnya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Remediasi
lahan yang terkontaminasi kini menjadi salah satu program yang digencarkan AS
bagi lokasi yang tercemar.
Terkadang kita sulit menyalahkan
industri karena tidak mengolah limbahnya. Lewat kunjungan ke pabrik gula PT.
Gunung Madu Plantation, saya mengetahui bahwa untuk membangun instalasi pengolahan
air limbah (IPAL) pengusaha setidaknya harus menyisihkan 20% dari keseluruhan
modal. Tidak berhenti di sana, setelah pembangunan pun pengusaha harus menyediakan
dana khusus bagi pemeliharaan unit pengolah limbah. Inilah yang mungkin membuat
beberapa industri sengaja mengencerkan limbah sebelum dibuang ke sungai guna
menekan ongkos operasi.
Pembuangan limbah berbahaya ke
lingkungan tidak hanya dipraktekan perusahaan besar tapi, juga oleh beberapa
UKM. Beberapa contoh kasusnya dapat kita temui di sungai Prajagumiwang, desa
Pabean Udik, kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Sepanjang tiga kilometer
aliran sungai berubah jadi merah muda dan menimbulkan bau tak sedap. Warga
sekitar sudah tidak bisa lagi memanfaatkan sungai untuk kebutuhan MCK. Warga
khawatir karena beberapa orang yang menggunakan air dari sana langsung
gatal-gatal. Warna air Prajagumiwang kerap berubah-ubah. Jika pagi warnanya
hijau, siang merah muda, dan sore jadi cokelat. Ditengarai peristiwa ini akibat
pembuangan zat pewarna tekstil. Karena, di sekitar daerah tersebut ditemui Industri
rumahan Batik Paoman. Limbah cair industri tekstil secara garis besar
mengandung logam-logam berat seperti arsenik (As), krom (Cr), kadnium (Cd),
timbal (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn); hidrokarbon terhalogenisasi; zat
warna serta pelarut organik. Zat-zat di atas bisa memicu kanker dan gangguan
kesehatan kronis lainya. Bahan berbahaya tersebut beresiko mencemari tanah dan
lambat laun masuk ke air sumur penduduk.
Pencemaran lain yang dilakukan oleh
UKM juga terjadi di kelurahan Panjang Wetan, Pekalongan Utara. Belasan usaha
pengolahan ikan asin di sana mengalirkan buangan industrinya di selokan warga
sehingga menimbulkan bau busuk menyengat. Itu masih diperparah oleh selokan
yang sering tersumbat yang membuat limbah mengendap di tengah lingkungan warga.
Limbah pengolahan ikan asin menghasilkan materi organik yang besar. Jika limbah
tersebut dibuang langsung ke sungai akan berakibat pada penurunan kualitas
air—sehingga tidak layak konsumsi karena warna dan baunya yang berubah.
Industri UKM yang berada dekat
sungai sering begitu saja membuang limbah cairnya. Ini sejalan dengan pandangan
masyarakat umum yang meganggap bahwa sungai adalah tong sampah raksasa. Padahal
bisa dibayangkan jika sungai yang dipenuhi limbah berbahaya seperti kotoran
manusia dan sisa pewarna tekstil meluap. Selain itu, menurunnya kualitas air
baku akibat pencemaran juga rawan memicu kelangkaan air di masyarakat. Kerugian
akan bersifat akumulatif apabila tidak ada tindakan nyata dari pihak-pihak
terkait. Sebuah solusi yang ditawarkan adalah dengan mendorong pemerintah
setempat membangun IPAL komunal bagi seluruh UKM sejenis di daerah tersebut.
Uang operasional dan pemeliharaan instalasi selanjutnya bisa dibebankan pada
masing-masing pengusaha. Program tersebut tentunya harus didahului oleh
penyuluhan-penyuluhan guna menumbuhkan kesadaran di tingkat produksi.
Masalah pencemaran air baku juga sering
terjadi pada daerah-daerah sekitar tempat pengolahan akhir sampah (TPA).
Rembesan lindi yang mengandung banyak zat berbahaya mencemari sumur-sumur gali
penduduk sekitar. Sebenarnya di awal pendirian, lokasi TPA sudah jauh dari
aktivitas manusia. Namun, seiring waktu justru pembangunanlah yang melebar ke
arah TPA. Prosedur pemilihan lokasi TPA mensyaratkan radius minimal 1 km dari
pemukiman penduduk. Tapi, kenyataanya sekarang lokasi rumah penduduk ada yang
berjarak kurang dari 100 m dengan TPA. Banyak pihak menuntut dilakukanya
relokasi sebab selama ini merasa terganggu dengan adanya bau dan pencemaran air
lindi. Terang hal tersebut tidak mudah dipenuhi dan pula dalam kasus ini warga
atau pengembanglah yang salah karena memilih hunian di sekitar TPA.
Menyoroti kinerja TPA, berdasarkan
kunjungan saya ke TPA Bakung, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. Terungkap
jelas bahwa instalasi pengolahan lindi di sana tidak berfungsi dengan baik lagi.
Dapat dibuktikan dengan pengujian sampel air yang masuk (influen) dan keluar
(efluen) instalasi yang nyaris tidak mengalami perbaikan baku mutu sama sekali.
Celakanya hasil olahan lindi yang kurang maksimal tadi langsung dialirkan ke
laut. Bisa dibayangkan jika plankton menyerap limbah-limbah tersebut lalu
dimakan ikan dan akhirnya ikan disantap manusia.
Unit pengolahan lindi TPA bakung |
Bahaya limbah cair yang lebih
mengkhawatirkan sebenarnya terjadi pada pemukiman padat penduduk. Di sini jarak
antara septic tank dan sumur gali jarang ada yang lebih dari 10 meter. Sehingga
sangat rawan terjadi perembesan substansi organik seperti E. Coli dan lindi
yang berpotensi menimbulkan penyakit dan penurunan mutu air sumur. Dalam survey
saya ke kelurahan Kota Karang, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. Penduduk
sekitar yang sudah tinggal lebih dari 15 tahun di sana menuturkan bahwa telah
terjadi perembesan lindi pada sumur mereka. Akibat kejadian tersebut warga
sekarang terpaksa berlangganan PDAM untuk MCK dan membeli air galon untuk
keperluan minum.
Solusi masalah ini adalah dengan
membangun septic tank komunal. Septic tank tidak lagi dibuat per rumah
melainkan terpusat di suatu tempat. Penerapanya bisa digunakan pada
daerah-daerah padat penduduk seperti di kota-kota besar. Septic tank tersebut
tentu juga dapat memberi nilai ekonomis lewat metan yang dihasilkanya. Metan bisa
direncanakan untuk dipipakan ke rumah-rumah penduduk sehingga menghemat
pengeluaran dapur. Lalu bagi penyediaan air, memang sudah tepat bila dibebankan
pada PDAM. Ini akan mengantisipasi warga beramai-ramai membuat sumur gali untuk
mencukupi konsumsi harian mereka. Solusi lain bagi perumahan yang tidak memasang
PAM adalah dengan membangun sarana penyedia air minum terpusat—ini guna
mencegah pembuatan sumur bor oleh tiap individu. Air hanya disedot di satu
titik lalu ditampung di reservoir untuk selanjutnya disalurkan ke tiap hunian.
Jauh dari kota, pencemaran air baku juga Kerap terjadi di
daerah yang terdapat kegiatan pertambangan—utamanya penambangan emas rakyat. Rembesan limbah cair penambangan
emas rakyat mengandung logam berat air raksa (Hg). Pada proses penambangan
emas, air raksa/merkuri digunakan untuk mendorong laju pemisahan emas dari
lumpur. Merkuri akan membentuk penumpukan partikel (aglomerasi) sehingga
meningkatkan perolehan emas. Sebenarnya peraturan internasional sudah tidak
lagi memperbolehkan penggunaan merkuri dalam pertambangan berskala besar.
Logam berat ini sangat
berbahaya meskipun dalam konsentrasi rendah. Air raksa (Hg) larut dalam air dan
ketika terakumulasi di perairan baik sungai atau laut dapat membahayakan
masyarakat. Studi kasus menunjukkan pengaruh buruk merkuri seperti gemetar/tremor,
kehilangan kemampuan berpikir, dan gangguan tidur dengan gejala kronis bahkan
pada konsentrasi uap rendah (0,7–42 μg/m3). Penelitian menujukkan
bahwa menghirup langsung merkuri selama 4-8 jam pada konsentrasi 1,1-44 mg/m3
menyebabkan sakit dada, batuk, hemoptisis, pelemahan, dan pneumonitis.
Pencemaran akut merkuri menunjukkan akibat parah seperti terganggunya sistem
syaraf, seperti halusinasi, insomnia, dan kecenderungan bunuh diri. Hal yang
juga mesti diperhatikan adalah bahaya laten merkuri. Jika masuk ke perairan, zat
ini akan terakumulasi pada ikan dan memberikan efek langsung jika ikan tersebut
terkonsumsi. Maka itu upaya penanganan limbah ini sangat mendesak untuk
dilakukan.
Penanggulangan pencemaran
lingkungan di kawasan penambangan harus menggunakan teknologi yang telah
terbukti, teruji, mudah diterapkan, dan tersedia secara lokal seluruh material
pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang mumpuni adalah bioabsorber.
Teknik ini pernah diaplikasikan pada konservasi sungai yang tercemar logam
berat pasca revolusi industri di inggris. Teknik bioabsorbsi memanfaatkann
tumbuhan air eceng gondok guna menyerap logam berat yang terlarut di perairan.
Eceng gondok memiliki
kapasitas absorbsi besar untuk berbagai macam logam berat. Namun demikian,
proses bioabsorbsi sangat sulit untuk menghasilkan air yang bebas logam berat.
Selain laju penyerapan yang lambat, distribusi eceng gondok juga hanya
mengapung di permukaan sehingga menyulitkan pengolahan yang merata. Hal ini
bisa diatasi dengan desain embung yang luas namun dangkal atau dengan
melibatkan proses pengolahan lanjut.
Sejatinya embung tersebut
harus dijadikan tempat konsentrasi buangan air limbah pertambangan emas rakyat.
Tentu saja aspek teknis untuk detail desain mengenai waktu tinggal dan
lain-lain mesti disesuaikan dengan keadaan ril lapangan. Sebagai pengolahan
akhir sebelum disalurkan ke badan air dapat ditambahkan juga saringan arang
aktif untuk mengadsorpsi kandungan sisa yang belum dapat diikat oleh eceng
gondok. Saringan arang aktif memiliki derajat pemisahan yang sangat tinggi
sehingga menjamin kandungan logam berat keluaran sangat rendah.
Konservasi Sumber Daya
Air Pesisir
Beberapa daerah pesisir di Indonesia mengalami krisis air bersih akibat
air sumur mereka berubah jadi asin. Pengalaman ini pernah saya temui saat
mampir sholat di mushola pelabuhan Merak, Banten. Ketika kumur-kumur saya sedikit
tersentak karena merasa airnya agak asin. Kejadian di atas juga menimpa masyarakat
utara Jakarta. Peristiwa ini dikenal sebagai intrusi air laut. Penyebabnya
adalah eksploitasi besar-besaran pada air tanah dalam kawasan pesisir.
Tingginya penyedotan dan pertumbuhan sumur bor tidak dibarengi kemampuan
pembaharuan alami air yang hanya 1 x 10-2 cm/detik. Akibatnya,
akuifer yang tadinya bertekanan karena terisi air kini lowong dan kemasukan air
asin.
Eksploitasi
air tanah dalam juga memicu penurunan muka tanah bahkan hingga titik di bawah permukaan
laut. Daerah yang mengalami ini akan sering terkena banjir rob. Genangan yang
terus-menerus selama bertahun-tahun terbukti menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
Banyak di antara rumah penduduk lantainya harus ditinggikan 10-50 cm tiap lima
tahun sekali. Beberapa rumah yang tergenang juga ditinggalkan oleh penghuninya.
Tembok jadi retak, tanah urukan terendam, dan kusen banyak yang busuk. Kerugian
akibat banjir rob dan penurunan tanah juga harus dirasakan pengelola kota.
Karena mereka tiap lima tahun mesti meninggikan jalan-jalan arteri primer agar
kegiatan ekonomi tidak terhenti. Banjir rob menyebabkan pipa serta peralatan
distribusi air bersih mudah rusak karena berkarat. Air yang meresap ke tanah di
pemukiman menambah volume septic tank penduduk sehingga pengurasan harus
dilakukan rutin tiap dua tahun.
Peristiwa
ini bisa jadi pelajaran berharga bagi perencanaan pesisir di daerah lain.
Memang ada solusi bagi banjir rob di atas tapi hal itu terlalu mahal.
Pemerintah harus membangun dam seperti di Belanda untuk menjaga lahan yang
berada di bawah level permukaan laut tetap kering. Satu-satunya langkah murah
adalah pencegahan. Pemerintah daerah mesti menggelar penyuluhan yang tepat bagi
masyarakat pesisir. Di samping itu pula, pemerintah wajib mengusahakan agar
ongkos pemasangan PAM terjangkau. Berdasarkan survey di Kota Karang, terungkap
bahwa biaya pemasangan instalasi PDAM mencapai Rp3.000.000—ini cukup
memberatkan masyarakat golongan menengah. Pemerintah kota Bandar Lampung memang
sudah menyediakan program instalasi baru yang hanya Rp500.000. Tapi, itu tidak
menjangkau semua pihak.
Hutan Bakau |
Dilema
Konservasi air bersih pesisir juga banyak terjadi di pedesaan. Kali ini
kasusnya terkait dengan hutan mangrove. Kurangnya pemahaman warga lokal
mengenai fungsi bakau membuat tumbuhan ini sering dibabat habis untuk keperluan
tambak atau bahan bangunan. Penyusutan 1 hektar hutan bakau akan menghasilkan
247 kg ikan/tahun namun menyebabkan kehilangan 840 kg ikan/tahun. Selain
sebagai tempat berkembang biak ikan, ekosistem mangrove berfungsi mencegah
intrusi air laut, abrasi pantai, dan mengontrol perkembangan nyamuk Aedes Aegypti. Bakau juga berperan dalam
mengurai pencemar pada muara sungai. Dalam suatu kunjungan ke pantai Ringgung,
kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Saya menguji kualitas air
sumur gali yang hanya berjarak kurang dari 30 m dengan bibir pantai. Secara
fisik air tersebut jauh lebih baik ketimbang air wudu saya di mushola pelabuhan
Merak, Banten. Salah satu penyebab terjaganya mutu air sumur di sana adalah
barisan bakau di sepanjang pantai. Sulit dibayangkan bila penduduk yang
sebagian besar nelayan dan pembuat arang harus mengalami kelangkaan air akibat
intrusi. Kesadaran yang sama juga bisa ditumbuhkan pada semua daerah berbakau
di Indonesia.
Penutup
Air tidak
bisa terlepas dari peran penyedia dan penyangganya, yaitu lingkungan. Seperti
yang diungkapkan dosen saya Pak Weka Indra, “Pelestarian
lingkungan (khususnya sumber daya air) memerlukan E3: Engineering
(kerekayasaan), Enforcement (penegakan peraturan), dan education (pendidikan).”
Engineering adalah segala pemanfaatan teknologi dalam menjauhkan manusia dari
dampak buruk lingkungan dan mencegah alam dari kerusakan akibat kegiatan
manusia. Enforcement ialah penegakan hukum bagi para pengerusak lingkungan.
Terakhir yang tak kalah krusial adalah education atau peran pendidikan sebagai
pencerahan bagi masyarakat.
Bangsa kita
tidak tertinggal dalam hal teknologi lingkungan. Hanya penegakan peraturan dan
kesadaran masyarakatnya saja yang belum terbangun. Dosen saya Bu Rina yang
sedang kuliah S2 di Jepang menuturkan bahwa untuk buang sampah saja di sana
harus di-training enam bulan. Salah satu bentuk pelatihanya adalah pemisahan
sampah organik-anorganik. Jika sampah lupa dipisahkan maka, petugas kebersihan
tidak akan mau mengangkutnya. Budaya buang sampah pada tempatnya yang mengakar
di Jepang sudah dibuktikan sendiri Bu Rina. Sewaktu ia membuang bungkus makanan
bukan di kotak semestinya, keesokan hari ada teman sebangsa yang menegur. Bu
Rina terbingung-bingung bagaimana bisa ia tahu padahal tiada seorang pun
melihat perbuatanya. Ternyata menurut teman Bu Rina tersebut, di Jepang tidak
ada yang buang sampah sembarangan kecuali orang kampungan.
Sebenarnya
masih ada banyak yang bisa diulas dari pelestarian sumber daya air. Namun, tulisan
di atas saya rasa sudah cukup untuk mewakili inti-inti dari kompleksitas
hubungan antara manusia dan air bersih. Semoga artikel ini dapat membantu dalam
memberikan solusi/antisipasi bagi permasalahan air di Indonesia.
Daftar Pustaka :
Damanhuri, Enri (2010). Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bandung: ITB.
Horale, Parning, & Tiopan (2006). Kimia 1A. Jakarta: Yudhistira.
Putra, D. R. & Marfai, M. A. (2012). Identifikasi Dampak Banjir Genangan (Rob) Terhadap Lingkungan Permukiman di Kecamatan Pademangan Jakarta Utara. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Artikel Referensi :
Slide Power Point:
Anonim. Pengelolaan Pencemaran Udara: Pengantar Pencemaran
Udara.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyaluran Air Buangan
dan Drainase: Pendahuluan.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyaluran Air Buangan
dan Drainase: Sistem Penyaluran Air Buangan.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyaluran Air Buangan
dan Drainase: Banjir dan Sistem Drainase.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyediaan Air Minum:
Pendahuluan.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyediaan Air Minum:
Perencanaan Sistem.
Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum. Penyediaan Air Minum:
Unit Air Baku.
Natalina. Sanitasi Lingkungan: Pengolahan Air Buangan di
Perkotaan.
Natalina. Sanitasi Lingkungan: Penyediaan Air Minum
Perkotaan.