Minggu, 20 Juli 2014

[7 Wonders] Kisah Petualangan Terios di Surga Kopi Lampung-Sumatera Selatan



Ilustrasi petani kopi di zaman kolonial Belanda
Tanaman kopi pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh Belanda pada 1696 dari jenis arabika. Kopi ini masuk melalui Malabar, India ke Batavia yang dibawa oleh Komandan Belanda Adrian Van Ommen, yang kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang sekarang bernama Pondok Kopi, Jakarta Timur. Sayangnya tanaman ini kemudian mati semua karena banjir maka, pada 1699 didatangkan lagi bibit-bibit baru yang nantinya dibudidayakan di sekitar Jakarta dan Jawa Barat yang akhirnya menyebar ke berbagai daerah di Nusantara seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Kopi di Sumatera pertama kali ditanam Belanda di Mandailing dan Sidikalang yang kini telah menyebar hingga jauh ke selatan tepatnya di sekitar Lampung-Sumatera Selatan. Kopi terkenal Sumatera antara lain berasal dari Lintong, Mandailing, Gayo, dan Lampung.

Pengelepasan rombongan Terios 7 Wonders
Sumatera Coffee Paradise
Karena itulah Daihatsu pada 2012 mengirimkan ekspedisi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise guna menelusuri dan mendokumentasi kenikmatan kopi dari berbagai daerah di Sumatera. Penjelajahan Terios 7 Wonders di Bumi Andalas dipimpin oleh Tunggul Birawa dengan sepuluh awak diantaranya: Insuhendang, Bimo S. Soeryadi, Ismail Ashland, Aseri, Toni, Arizona Sudiro, Endi Supriatna, Enuh Witarsa, David Setyawan, dan Rokky Irvayandi. Rombongan berangkat Rabu 10 Oktober 2012 pukul 10:00 dengan tiga mobil Terios Hi-Grade (dua TX bertransmisi automatis dan satu TX manual) dari Vehicle Logistic Center Jakarta yang resmi dilepas oleh manajemen PT. Astra Daihatsu Motor. Misi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise selain untuk mencicip kopi-kopi Sumatera juga sebagai ajang unjuk performa Terios menempuh ribuan kilometer medan jalan raya Bumi Andalas.

Persiapan petualangan Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise berlangsung selama dua hari di bengkel resmi Daihatsu. Setelah mobil dianggap prima, pemuatan perbekalan pun dilakukan. Saking banyaknya, pada dua mobil perbekalan sampai tidak cukup ditaruh di baris ketiga tempat-duduk-yang-dikosongkan sehingga, peti atap (roof box) dan tas atap (roof bag) terpaksa dipasang. Maklum karena anggota rombongan Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise adalah para wartawan media cetak, elektronik, dan online. Perbekalan ditata serapih dan seefektif mungkin dengan tanpa mengesampingkan aspek keselamatan. Selain hal-hal barusan, persiapan pula meliputi pemantauan kondisi aktual rute yang nantinya ditempuh.

Anggota tim Terios 7 Wonders
Sumatera Coffee Paradise
Perjalanan tim Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise sebenarnya baru dimulai ketika mereka mencapai Bakauheni, gerbang Sumatera. Menjelang subuh rombongan berkonvoi menuju Bandar Lampung. Regu Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise kemudian sampai dengan selamat di Bandar Lampung setelah berjam-jam berlomba melawan truk-truk lintas di jalan Lampung yang tidak sebagus Jawa. Ekspedisi berlanjut dan pada sore hari tim mulai memasuki Liwa. Atribut serta warung kopi bertebaran di penujuru kota ini. Perkebunan kopi rakyat pun turut menghiasi panorama jalan sepanjang Liwa-Danau Ranau. Setelah menempuh perjalanan yang amat panjang dari Jakarta, regu akhirnya memutuskan rehat sejenak di pinggir Danau Ranau sebelum nanti berinteraksi dengan para petani kopi.

Rute ekspedisi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise

Rute dari Bakauheni ke Liwa tidaklah mulus, lega, dan rata. Ada banyak tikungan, tanjakan, jalan berlubang, bergelombang, dan penyempitan. Hebatnya, Terios dengan mesin 3SZ-DOHC VVT-I-nya nyaris tidak pernah kehabisan nafas melahap trek yang tersaji sepanjang Bakauheni-Liwa. Ketangguhan Terios di medan Sumatera juga tidak terlepas dari dapur pacu empat silinder 1495 cc yang mampu menghasilkan tenaga maksimal 109 PS/6000 rpm. Akselerasi awal Terios dari 0-100 Km/jam ditempuh dalam ± 12 detik. Karakteristik ini membuat Terios cocok dinobatkan sebagai tunggangan para petualang. Lantaran kabin yang luas dan ergonomis berpadu dengan daya mesin yang mumpuni.

Spesifikasi Terios
(Buka di tab baru (open in new tab) untuk memperjelas)

Liwa
Setelah memulihkan tenaga, tim kemudian bergeser ke suatu sentra pengolahan kopi milik Koperasi Unit Desa (KUD) Karya Utama di Sipatuhu. Koperasi ini konsisten mengembangkan bisnis mereka terutama lewat inovasi kopi aroma ginseng dan pinang. Aroma tambahan ini konon berkhasiat baik bagi kesehatan. Kopi di KUD Karya Utama disangrai dalam oven bersuhu 190 0C hingga mencapai tingkat kematangan yang diinginkan. Pencampuran dengan ginseng atau pinang dilakukan juga pada proses sangrai oven. Rasa kopi ginseng dan pinang produk KUD Karya Utama ini begitu nikmat. Selesai mencicip kopi ginseng dan pinang, sekarang rombongan bakal mencoba kopi luwak.

Luwak dan fesesnya
Sentra kopi di sekitar Danau Ranau memang mengkhususkan produknya untuk kopi luwak. Tim cukup beruntung dapat menengok proses terjadinya kopi luwak. Mereka melihat langsung luwak-luwak liar yang ditangkarkan para petani. Patut diketahui bahwa kopi bukanlah panganan utama luwak. Kopi bagi luwak lebih seperti makanan selingan atau cemilan. Kopi luwak begitu mantap lantaran buah kopi yang dimakan adalah yang kualitasnya terbaik. Jika luwak sudah mengudap buah kopi yang disediakan, tinggal tunggu setidaknya enam jam sebelum ia mengeluarkannya kembali dalam bentuk gumpalan-gumpalan biji kopi. Selama proses pencernaan, biji kopi mengalami fermentasi alami dalam perut luwak yang kemudian diekskresikan melalui feses. Walau judulnya feses tapi MUI sudah menyatakan kopi luwak halal konsumsi.

(Buka di tab baru (open in new tab) untuk memperjelas)

Gumpalan-gumpalan biji kopi dari feses luwak selanjutnya dibersihkan dan dikeringkan guna pengolahan selanjutnya. Kopi luwak Liwa biasa dipasok ke beberapa hotel di Jakarta dan harganya bisa sampai 1,9 juta/Kg. Namun dibalik keistimewaan kopi luwak terselip sejarah getir yang menyertainya. Menurut riwayat, kopi luwak hadir sebagai respons terhadap cultuurstelsel (tanam paksa) Belanda di awal abad delapan belas. Petani kala itu cuma boleh menanam dan memelihara saja, sedangkan pemanenan kopi serta pengolahan diserahkan ke Belanda. Para petani yang tidak bisa menikmati jerih payahnya kemudian menyadari adanya sejenis musang yang gemar memakan buah kopi dan meninggalkan feses berupa gumpalan biji kopi di areal perkebunan. Biji-biji itu diambil kemudian dibersihkan, disangrai, ditumbuk, dan diseduh seperti kopi umumnya. Kebiasaan petani mengonsumsi kopi luwak ini akhirnya diketahui Belanda. Setelah Meneer-Meneer Belanda ikut mencoba ternyata mereka juga suka. Kopi hasil pencernaan luwak kualitasnya setara dengan fermentasi di gudang khusus selama lima hingga delapan tahun. Kopi luwak diketahui rendah kafein, tidak terlalu pahit, dan cita rasanya bertahan lama di mulut.

Lahat
Rombongan Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise
disambut Bupati Lahat
Penjelajahan berlanjut kembali, sekarang tim akan mengarah surga kopi lain masih di sekitar Bukit Barisan. Ekspedisi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise bergerak ke barat laut tepatnya menuju Lahat. Regu tadinya masih agak cemas dengan keadaan di sana, dikarenakan citra Lahat yang kurang aman. Namun, perasaan itu lenyap seketika memasuki kota Lahat sekitar jam delapan malam. Sesampainya, rombongan  disambut langsung oleh Bupati Lahat H. Saifudin Aswari Riva’i dan staf. Tim malam itu mengobrol di salah satu sudut jalan dekat pasar lama Lahat. Bahkan beberapa masyarakat pun ikut kumpul di sana. Kopi lagi-lagi menjadi teman akrab kala berbincang. Pak Bupati Aswari yang juga seorang offroader menuturkan, “Lahat sudah berubah. Citra buruk mulai ditanggalkan dan masyarakat mulai terbuka dengan tamu dari luar. Kami sejalan dengan tim Terios 7 Wonders untuk mengangkat kembali kopi Lahat yang sempat kondang.”, sebagai jawaban kekhawatiran rombongan terkait citra Bumi Seganti Setungguan.

Esok harinya, tim Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise berkesempatan mengunjungi usaha rumahan pengolahan kopi milik Zahari Cikman yang beroperasi sejak 1980. Biji kopi produk Zahari Cikman diolah secara sederhana tapi tetap dengan tidak menghilangkan aroma khas kopi Lahat. Api proses sangrai berasal dari pembakaran batok kelapa. Proses penggilingan dilakukan dua kali guna menghasilkan kopi yang siap saji. Pemasaran kopi produk Zahari Cikman sudah sampai ke luar Lahat, seperti Palembang dan Lampung. Zahari Cikman mampu mengolah hingga 100 kg kopi per hari. Sebagian keluarga Zahari Cikman dan tetangganya rutin membantu proses pemilahan serta pengemasan kopi.

Kopi merupakan salah satu unggulan sektor perkebunan Kabupaten Lahat. Tanaman yang dapat dijumpai hampir di seluruh kecamatan ini berperan sangat besar dalam menopang kegiatan ekonomi Lahat. Luas areal tanaman kopi di Lahat mencapai 114.317 Ha dengan total produksi lebih dari 57.329 ton per tahun. Luas lahan maupun produksi kopi Lahat merupakan yang terbesar di Sumatera Selatan. Kualitas kopi bisa ditentukan lewat tingkat kandungan air bijinya. Umumnya, kadar air biji kopi dari petani berkisar antara 15%-17%. Petani butuh pengeringan empat hingga enam hari untuk mendapat kisaran ini. Petani kopi Lahat biasa menjual hasil tanamannya ke pengumpul atau pasar mingguan. Upaya Bupati H. Saifudin Aswari Riva’i mengangkat kembali pamor kopi Lahat memang harus didukung segenap pihak. Sebab dengan begitu kesejahteraan petani kopi Lahat bakal meningkat yang pada ujungnya niscaya memberi kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Lahat pada umumnya.

Kota Pagar Alam
Menjelang siang, rombongan kembali bergerak menuju Pagar Alam yang jaraknya hanya 48 Km dari Lahat. Kota Pagar Alam terbentuk pada 2001—dulunya daerah ini merupakan suatu kota administratif di Kabupaten Lahat. Perjalanan ke sana melalui trek yang menantang: Berkelok, berbukit, dan berbatu. Untungnya Terios dengan suspensi depan MacPherson strut with coil spring and stabilizer dan suspensi belakang 5 link, rigid axle with coil spring sanggup meredam hentakan selama perjalanan sehingga penumpang di kabin tetap nyaman. Begitu sampai di Pagar Alam rombongan mampir di warung makan 88. Tidak lupa tim juga memesan kopi sebagai pendamping santap. Kopi Pagar Alam aromanya khas dan lembut saat diminum. Pagar Alam merupakan daerah nan sejuk dan hijau yang terletak di sekitar Gunung Dempo.

Ilustrasi petani kopi Pagar Alam dan tim Terios 7 Wonders
Sumatera Coffee Paradise
Regu Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise penasaran dengan perkebunan kopi di Pagar Alam. Kala itu belum waktu panen jadi bukan momen yang cukup tepat untuk berkunjung. Walau demikian, petani kopi tetap melakukan beragam kegiatan di kebun mereka, meski tidak tiap hari, seperti menjaga kondisi pohon dan memetik beberapa buah kopi yang ranum. Kalau musim panen petani bisa memetik sampai lima keranjang kopi per orang. Setelah dipetik biji kopi kemudian dipisahkan dari daging buahnya. Sehari petani di sini bisa mengolah 100 kg buah kopi dan cuma menghasilkan 60 kg biji kopi. Ampas sisa pengolahan kopi biasa dimanfaatkan petani sebagai pupuk organik.

Puas melihat pemisahan biji kopi dari daging buahnya, Tim ekspedisi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise diundang oleh Alpian—pengolah kopi setempat—untuk makan siang di rumah tepi sungainya. Jalan menuju ke sana tidak mudah. Ada lintasan tidak rata dan tergenang air sungai. Namun rombongan tidak terhenti karena keadaan ini sebab, Terios mempunyai ground clearence yang tinggi. Wajarlah jika sport utility vehicle (SUV) ini jadi salah satu yang terlaris di Indonesia. Regu Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise senang bersantap siang di sana karena, jamuan dihibur oleh suara alam dan gemercik sungai. Tidak lupa kopi Pagar Alam pun disuguhkan sebagai penyempurna makan siang.

Ratu Juliana dari Belanda (1909-2004)
Petani kopi Pagar Alam turun-temurun menjual biji kopi mereka mentah-mentah. Dikarenakan di Pagar Alam belum tersedia pabrik pemrosesan kopi. Biji kopi Pagar Alam kebanyakan berjenis robusta dan sering dijual ke daerah terdekat seperti Lampung. Tidak heran kalau kopi Lampung jauh lebih terkenal daripada kopi Pagar Alam. Lantaran kopi Lampung adalah campuran dari berbagai kopi yang ada di Sumbagsel. Kopi Pagar Alam berkualitas baik sebab di sana kopi ditanam di lahan pegunungan yang sejuk, tanahnya subur, serta tanpa tambahan obat dan pupuk kimia. Bahkan konon, saking spesialnya kopi Pagar Alam, Ratu Juliana dari Belanda sempat memfavoritkannya. Ratu Juliana dikenal sebagai seorang pecinta kopi. Pagar Alam memiliki sebuah kebun kopi yang khusus menghasilkan produk unggul yang dahulu seluruh panennya dikirim ke dapur istana sang Ratu. Perkebunan termahsyur Pagar Alam itu terletak di sekitar Simpang Padang Karet.

Empat Lawang
Lambang Kabupaten Empat Lawang
pada sisi kanan terdapat gambar tanaman kopi
Selesai dengan pesona Pagar Alam, ekspedisi bergeser menuju satu lagi surga kopi di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Empat Lawang. Daerah ini diresmikan sebagai Kabupaten pada 8 desember 2006. Sebelumnya Empat Lawang adalah bagian dari Kabupaten Lahat. Sektor primer perekonomian Bumi Saling Keruani Sangi Kerawati sebagian besar ditopang oleh pertanian (47,16%). Ini terlihat dari bentangan perkebunan rakyat di Empat Lawang sebesar 71.718,25 Ha atau 32% dari luas wilayah Kabupaten. Tanaman yang mayoritas dibudidayakan petani Empat Lawang ialah kopi dengan total luas perkebunan 61.978 Ha (2010). Tidak heran begitu favoritnya kopi bagi masyarakat Empat Lawang hingga mereka sepakat menjadikannya lambang Kabupaten. Pemda setempat juga ikut memperkuat kesan ini dengan menjadikan kopi sebagai motif batik Empat Lawang.

Kopi Empat Lawang cukup khas karena merupakan silangan antara robusta dan arabika. Masyarakat Empat Lawang menyebut kopi sebagai kawo yang diadaptasi dari bahasa Arab “Qahwah”. Pemda Empat Lawang sangat serius mengembangkan kopi sebagai aset ekonomi Kabupaten. Salah satunya dengan melabeli Kawo EMASS pada kopi produk Empat Lawang yang merupakan singkatan Ekonomi Masyarakat Aman Sehat dan Sejahtera. Selain itu, Pemda Empat Lawang juga melakukan banyak program lain untuk memajukan petani kopi diantaranya: Peningkatan mutu kebun agar produktivitas meningkat dan biji kopi yang dihasilkan memiliki cita rasa khas yang konsisten, mendirikan gedung khusus kopi, sambung pucuk, pengembangan kopi organik, petik masak, serta pengelolaan pasca panen lewat pengeringan di lantai permanen atau terpal. Ternyata masyarakat Empat Lawang juga bukan cuma gemar menangguk penghidupan dari biji kopi namun pula memanfaatkan kayunya untuk kerajinan. Bahan baku kerajinan diambil dari batang kopi yang sudah tidak produktif lagi. Karya masyarakat Empat Lawang ini sudah sering diikutkan pameran hanya saja masih sulit bagi mereka memenuhi pesanan berdimensi besar dikarenakan kendala pengemasan dan pengiriman.

Peta sebaran potensi kopi di Lampung-Sumatera Selatan
(Klik untuk memperbesar)

Rombongan Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise akhirnya merampungkan ekspedisi di wilayah Lampung-Sumatera Selatan. Kawasan ini spesial karena terdapat empat dari tujuh destinasi Terios 7 Wonders Sumatera Coffee Paradise. Dilaluinya beragam trek sepanjang Bakauheni-Empat Lawang turut membuktikan Terios bukan hanya tangguh namun pula aman. Fakta ini ditunjang oleh beberapa kelebihan Terios seperti dual SRS airbag yang sesuai standar keamanan ASEAN NCAP, teknologi anti-lock braking system (ABS) guna mencegah penguncian cakram saat pengereman mendadak, serta desain ukuran ban yang lebih lebar dari varian sebelumnya untuk meningkatkan kestabilan berkendara. Terios yang aman juga masih dilengkapi lagi dengan tipe kemudi rack and pinion with electric power steering yang memudahkan supir mengendalikan mobil. Tidak hanya supir yang kenyamanannya diperhatikan Terios tapi juga penumpang yang dibawanya. Ini terbukti dari tersedianya sistem pendingin udara double blower dan kemampuan kursi baris kedua yang bisa dimundur-majukan terpisah. 

Beberapa kelebihan Terios (Buka di tab baru (open in new tab) untuk memperjelas)


Macam-macam warna Terios

------------------------------------------------------------------------------------------------------------




Bukti tweet

Bukti follow Twitter

Bukti like Facebook