Jumat, 26 Oktober 2012

Evaluasi Polling Govlog-Extrajoss


            Pada 20-23 oktober 2012 yang lalu Viva.co.id mengadakan polling untuk menentukan daerah penerima kurban EXTRAJOSS berdasarkan rekomendasi blogger. Terdapat beberapa catatan terkait proses tersebut, di antaranya: Cacat sistem, intransaparansi, dan ketidakjelasan aturan main. Mari kita bedah satu per satu!

            Kecacatan sistem membuat salah satu nominator dirugikan akibat tidak tercantum dalam tab vote platform Viva.co.id. Ini bahkan terjadi sampai akhir penutupan jajak pendapat. Tab vote juga dinilai cacat karena bisa diklik berkali-kali untuk nominator yang sama. Masalah selanjutnya ada pada statistik yang tidak terintegrasi. Penting bagi kami (blogger) selama jajak pendapat untuk mengetahui komposisi dukungan dan perolehan sementara kompetitor. Selama polling kemarin jelas sekali seakan masing-masing platform jalan sendiri-sendiri. Ada yang menjulang di facebook tapi, nyaris tidak mendapat apa-apa di forum serta sebaliknya. Ini menimbulkan kebingungan besar dalam penyusunan strategi kampanye.

Cacat ditemukan pula pada keteledoran membubuhkan keterangan foto facebook salah satu peserta. Sehingga menurunkan potensi klik dan kebingungan partisan pendukung nominator untuk men-share-nya di media sosial. Beruntung walaupun terlambat hal ini mampu dibenahi. Kasus selanjutnya terletak pada intransparansi jumlah dukungan platform Viva.co.id. Tidak tahu siapa yang unggul atau tertinggal jika anda berkunjung ke sini kemarin. Intransparansi kedua terjadi pada penetapan pemenang yang tidak mencantumkan hasil rekap polling. Sehingga membuat keabsahan hasilnya sangat dipertanyakan. Juri menyatakan bahwa komposisi vote adalah 50% dari homepage Viva, 30% dari forum, dan 20% dari like facebook. Apa ini realistis?

Mari tilik bersama matematika sederhananya! Jumlah like teratas di facebook (diraih Dede Abdullah) sampai dengan penutupan adalah (sekitar) 1.100 disusul oleh tempat kedua dengan 701 (Edo). Jumlah dukungan teratas di forum adalah 26 (Kang Didno) sementara terbesar kedua adalah 8 (Edo dan Gandenku). Sedangkan, jawara like facebook di forum hanya mendapat 5 suara. Sekarang tuangkan itu ke dalam persentase polling!

Klik untuk memperbesar

Perhitungan di atas bahkan tidak bisa diselesaikan karena tiadanya data jumlah vote dari platform Viva. Pembobotan dukungan tidak disinggung sebelumnya saat pengumuman 10 nominator. Aturan yang saya paham hanyalah bahwa vote dikumpulkan lewat facebook, forum, dan laman Viva.co.id. Inilah yang dimaksud sebagai ketidakjelasan aturan main.

Usul
            Untuk ke depanya Viva harus memiliki metode polling khusus , spesifik, handal, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembobotan dinilai terlalu sederhana dan tidak dapat diandalkan lintas platform. Dikarenakan pembobotan hanya melihat suatu berdasarkan jumlah dan bukan kualitasnya. Contoh: Jauh lebih mudah mengerahkan tenaga mendapatkan 100 like facebook ketimbang 1 suara di forum. Ini karena cara komunikasi forum dan media sosial amat berbeda.

            Mempromosikan link di facebook, twitter, atau blog sangat bebas. Bandingkan dengan forum yang memiliki aturan main ketat! Kita tidak bisa sembarangan komentar OOT dan mengajak orang memberikan suara. Salah-salah malah di-banned atau mendapat reputasi minus. Tujuan orang datang ke forum juga berbeda dengan online di twitter dan facebook. Di sini mereka membaca thread sedangkan di media sosial orang berusaha terhubung dengan individu lain.

            Forum juga tidak memiliki timeline pribadi yang interaktif sehingga menghambat komunikasi gaya media sosial. Kesimpulanya, strategi meraup dukungan di sini sangat khusus dan tidak boleh dikuantifikasi sama dengan platform lain. Satu cara yang bisa digunakan untuk menggantikanya adalah metode “Koefisien Peringkat”. Contoh:

Facebook
 Peringkat
Koefisien
1
10
2
9
3
8
4
7
5
6
6
5
7
4
8
3
9
2
10
1

Viva Forum
Peringkat
Koefisien
1
14.75
2
13.25
3
11
4
9.25
5
8
6
6.75
7
5
8
4
9
2.75
10
1.5

Viva.Co.Id
Peringkat
Koefisien
1
13.1
2
12.2
3
11.2
4
10
5
9.1
6
8.3
7
7.2
8
6.2
9
         5.05       
10
4.1

Tiap peserta mempunyai kemungkinan besar tidak mendominasi ketiga platform sekaligus. Bisa jadi ia hebat di Viva.co.id tapi juara lima di forum dan terseok-seok di posisi tujuh versi facebook. Selanjutnya metode ini bekerja dengan akumulasi koefsien ke dalam nilai total. Contoh: A peringkat 2 facebook, 1 forum, dan 3 Viva (9 + 14.75 + 11.2). Sementara, B peringkat 3 facebook, 2 forum, dan 1 Viva (8 + 13.25 + 13.1). Setelah ditotal didapatlah nilai 34.95 untuk A dan B 34.35. Kompetitif bukan?

            Sisi efektif metode ini sangat bermanfaat bagi peserta. Dengan tenaga terbatas, kita dapat bergonta-ganti fokus. Ketika di facebook sudah juara 2 dan di forum juara 1 tapi, di Viva masih juara 4. Kita bisa langsung melepas fokus facebook dan forum untuk mendongkrak vote Viva. Tidak ada lagi yang namanya ketimpangan konsentrasi dukungan antar platform. Ini karena tugas peserta yang dalam sistem pembobotan ada tiga: Merajai klasemen, mencari dukungan, dan memperbesar selisih dengan pesaing terdekat. Kini hanya tinggal dua: Memuncaki klasemen dan mengumpulkan dukungan. Kalaupun ada memperbesar selisih, itu tidak akan sedramatis saat menggunakan pembobotan.
          
            Usulan kedua adalah perihal penyediaan statistik integratif-komprehensif. Bisa di lihat modelnya di bawah:

Klik untuk memperbesar

Statistik ini harus update setiap saat dan transparan. Sehingga tanpa pengumuman resmi sekalipun orang sudah bisa tahu siapa yang menang.

            Usul ketiga menyangkut siapa saja yang boleh vote di halaman Viva.co.id. Menyikapi kacaunya tab vote kemarin, saya mengusulkan bahwa yang bisa mengklik hanya orang yang login facebook, twitter, dan akun Viva. Bagaimana dengan yang tidak sempat? Cukup gunakan kotak dialog “Masukan e-mail” untuk mengakomodasinya. Diharapkan dengan ini kompetisi blog selanjutnya yang berbasis polling akan lebih baik. Metode polling lintas platform memang sepatutnya dilestarikan karena unsur kompetisinya yang seru.

Isu Khusus
            Melihat fenomena vote versi forum yang jamak terjadi kesamaan jumlah suara. Saya juga mengusulkan “Metode agregat luar”. Contoh: Kontestan D dan F sama-sama memiliki 6 vote(s). Sementara di satu sisi peringkat 1-10 vote forum harus jelas. Tidak boleh ada dua peringkat empat dalam waktu bersamaan. Maka solusinya adalah dengan membandingkan agregat nilai Viva + Facebook antara kedua kontestan. Misal, D urutan 5 Viva dan ke-7 facebook lalu (9.1 + 4), F urutan 4 Viva dan ke-8 facebook (10 + 3). Sekarang bandingkan jumlah nilai mereka berdua! D mendapat 13.1 disusul F dengan 13 poin. Maka, diketahuilah bahwa D lebih tinggi tingkatnya dibanding F.

Note: Penggunaan angka di belakang koma bertujuan untuk menghindari kesamaan nilai akhir antar kontestan.

Selasa, 09 Oktober 2012

Indonesia Terang Benderang 2020


            Sebelumnya saya ucapkan selamat hari listrik nasional ke-67. Pada kesempatan ini juga saya sekaligus hendak mengapresiasi upaya Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyelenggarakan kontes ini. Seperti yang kita tahu, belakangan marak unjuk rasa dan aksi anarkis dalam menyampaikan aspirasi atau keluhan terhadap pelayanan PLN. Ajang ini merupakan wadah yang tepat serta kreatif guna menyuarakan hal tersebut.

            Listrik merupakan infrastruktur kunci pendukung kemajuan suatu bangsa. Namun, kenyataanya masih banyak saudara kita di pelosok sana yang belum sepenuhnya merasa merdeka karena tidak tersambung listrik. Visi 75/100 PLN  pada tahun 2020 merupakan jawaban atas hal ini. Walaupun, dalam pelaksanaan terdapat banyak aral melintang. Seperti kendala pendanaan, sulitnya mendapatkan pasokan gas dan batu bara, topografi unik Indonesia, inefisiensi, mindset birokrat, dsbg.

            Masalah rupanya tidak cuma di mereka yang belum terlayani listrik. Tapi, juga ada pada kami yang sudah menikmatinya. Bisa dibilang, di luar Jawa-Bali pasokan listrik kritis. Sering terjadi pemadaman bergilir, daya kurang stabil, serta ketersediaan pasokan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan lokal. Bahkan, di daerah penghasil utama gas alam dan batu bara sekalipun, kelistrikanya tergolong miris. Listrik padam seharian hingga mengganggu kegiatan perekonomian.

            Pemerintah juga kerap tidak bijak dalam menyikapi problem operasional PLN. Contohnya usulan kenaikan TDL yang sempat heboh kemarin. Wacana ini dinilai lucu. Karena yang sebenarnya terjadi adalah pembangkit PLN banyak yang menggunakan BBM. Terang saja saat harga minyak dunia melonjak Biaya Pokok Produksi (BPP) pun ikut naik. Alih-alih mencari solusi sistematis jangka panjang, pemerintah justru memilih opsi mengurangi subsidi.

            Mungkin saya mulai keluar jalur dengan menyinggung soal political will pemerintah. Tapi sebagai rakyat, setidaknya saya memiliki beberapa harapan untuk PLN ke depanya: (1) Tarif yang tidak hanya didasarkan kuantitas tapi juga kualitas. Tidak adil jika listrik kualitas Jakarta disamakan tarifnya dengan listrik Kalimantan. (2) Insentif bagi pelanggan yang melakukan penghematan listrik. (3) Adanya kampanye penghematan yang lebih masif dengan menggandeng Kominfo sebagai mitra PLN. Perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa lebih mudah menghemat 1 MW ketimbang membangkitkanya. (4) Efisiensi serta transparansi ongkos produksi. Ini diharapkan akan berimbas pada murahnya harga listrik di tingkat pelanggan. (5) Mungkin terdengar aneh dan agak mahal tapi, saya berharap PLN mau mencoba menyediakan unit penyimpan daya. Unit ini berfungsi sebagai penyimpan kelebihan daya Jika generator dioptimalkan pada jam normal. Daya yang tertampung nantinya digunakan untuk menutupi kekurangan saat beban puncak. (6) Kebijakan listrik masa depan yang ramah lingkungan. (7) Optimasi struktur organisasi PLN. (8) Tercapainya kemandirian energi tiap daerah dengan mengandalkan pembangkit-pembangkit lokal bertenaga terbarukan. (9) Berkurangnya angka pencurian listrik. (10) Kualitas listrik yang lebih baik bagi pelanggan non Jawa-bali. (11) Berkurangnya ketergantungan PLN terhadap BBM. (12) Akselerasi pemberantasan praktek percaloan sambungan listrik.

            Saya harap dengan begini PLN sanggup menghemat lebih banyak subsidi. Sehingga bertambahlah anggaran untuk mewujudkan visi Indonesia 100% teraliri listrik tepat 75 tahun kemerdekaan pada 2020. Namun, bagi saya 75/100 semestinya dibarengi dengan visi 24/365. Listrik tidak hanya dinikmati 100% rakyat tapi juga 24 jam sepanjang tahun. Kita harus tunjukan bahwa Indonesia mampu seterang-benderang Eropa dan negara maju lainya jika dilihat dari atas satelit.


Bukti follow

Bukti share twitter