Jumat, 07 Oktober 2011

Pendidikan yang Tidak Mencerdaskan


Pendidikan yang Tidak Mencerdaskan


            Sedikit kritik sosial dari pengenyam pendidikan formal negeri ini, mungkin bisa bermanfaat. Saya merasa telah terlalu banyak membuang waktu di sekolah. Seingat saya waktu sekolah dulu, guru dari beberapa bidang studi datang bergantian. Ada yang saya suka dan ada juga yang tidak. Tahukah anda bahwa sebagian besar perkembangan murid dipengaruhi gurunya. Jika gurunya baik maka, baik pula hasil didikanya.

            Saat melihat layar televisi, saya terperangah melihat kelakuan brutal anak-anak SMA. Saya jadi bertanya, “Apakah memang anak-anak ini terlahir brutal? Atau memang mereka yang terkondisikan begitu?” Hal yang lebih mencengangkan lagi adalah, mereka melakukanya saat masih berseragam. Bagi saya, saat seseorang memakai seragam itu menandakan mereka adalah “Generasi penerus bangsa dari golongan terpelajar”.  Stop membicarakan ini! Karena, saya tahu mereka hanya golongan kecil saja.

            Sekarang mari kita lihat para pelajar yang berprestasi! Mereka meraih banyak medali emas dari olimpiade sains internasional. Mengalahkan banyak Negara maju. Tapi, coba lihat! Apakah diantara anak-anak cerdas ini ada yang pernah memenangkan Nobel dalam bidang inovasi? Kenapa justru yang memenangkanya adalah mereka yang dari kecil hanya berkutat pada bidangnya? Kenapa bukan kita yang jelas-jelas tahu banyak hal? Apakah semakin banyak hal yang dipelajari justru, akan malah semakin mendangkalkan pengetahuan?

            Syukurlah pemerintah sekarang sudah mulai paham permasalahan pendidikan dengan memperbanyak sekolah kejuruan. Diharapkan, ketika lulus merekalah yang akan membuka lebih banyak lahan pekerjaan. Tapi, bagaimana dengan lulusan SMA yang tidak punya keahlian khusus seperti saya? Apakah saya harus terus memberatkan orang tua hingga nanti mendapatkan kerja? 

            Saat banyak orang dewasa meributkan masalah moral anak ABG. Tidak pernahkah mereka berpikir bahwa pelajaran Agama hanya 2x45 menit dalam satu minggu? Kenapa ketuhanan diletakan pada sila pertama sedangkan implementasinya begini? Saya memang bukan orang yang berhak mengatakan tentang kata “Seharusnya”. Lalu, ketika merasa dirugikan oleh sistem ini. Saya tidak tahu harus meminta pampasan ke mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar